Belajar di Rumah itu Nggak Susah


Assalamu’alaykum, Antumers …

 

Hei, hei, hei.

Beberapa waktu lalu Ane sempat merasa ‘WOW’ banget. Gimana nggak, dari jauh-jauh tahun Ane dan suami memang sudah sepakat buat HS alias Homeschooling. Pilihan dari sekian banyak debat, awalnya. Qadarullah, Allah SWT menakdirkan adanya pandemi covid-19 di tahun Syauqi daftar sekolah. Iya, tahun ini memang Syauqi genap 7 tahun, dan HS menjadi pilihan yang tepat (sesuai kondisi saat ini). Sejak pandemi, para siswa diminta untuk belajar dari rumah. Bermodalkan handphone, kuota internet dan pengawasan dari orang tua, kegiatan belajar mengajar pun dialihkan ke rumah selama kondisi memungkinkan untuk kembali belajar dengan tatap muka di sekolah.

Awalnya, saya merasa ‘beruntung’, karena HS menjadi hal umum, pilihan yang tepat untuk situasi saat ini, ditambah lagi ada begitu banyak rekan yang awalnya enggan untuk HS, kini beralih kepo informasi seputar HS-nya Syauqi.

Ane mau berbagi sedikit seputar HS mandiri yang Ane lakukan. Penerapan HS untuk Syauqi sudah Ane dan keluarga lakukan sejak si Kakak berusia 3 tahun. Sejak 3 tahun, Syauqi sudah diperkenalkan dengan huruf, angka, dan hijaiyah, Ehm, bukan secara formal seperti di TK atau Playgrup, tapi melalui lagu dan buku. Saat makan, Ane dan suami kompak mengajak Syauqi belajar berhitung sederhana.

Misalnya, “Ayo, Abi, ada berapa tempe yang ada di piring?”. Lalu nanti si Abi yang menghitung. Abi menjawab dan meminta Syauqi untuk memberitahu kembali berapa jumlah tempe yang ada di piring. Begitu juga dengan lagu yang kami ciptakan sendiri. Misalnya, menciptakan lagu tentang warna baju yang saat itu sedang kita pakai. Nah, ini memang butuh ketelatenan dan waktu khusus. Tapi, nggak juga sih. Hehehe. Soale, Ane dan si Abi kan juga kerja. Jadi, ya Kami berusaha membagi waktu, misalnya 15 menit untuk bermain sambil belajar bareng Syauqi.

Di usia Syauqi yang keempat tahun, Ane dan si Abi mulai mengajarkannya huruf Hijaiyah. Iyes, Kami pakai gambar tempelan di dinding yang ditambah dengan musik-musik Islami. Kalau untuk hafalan doa harian, Kami coba setiap waktu untuk memperdengarkannya agar mudah melekat ke dalam ingatan si Kakak.

Kok bisa, kan Emak Bapaknya kerja? Hihihi, Ane biasanya merekam doa harian, lalu meminta si Nenek atau si Mbak untuk mengajarkannya. Nanti sepulang kerja, Kami coba mengajaknya untuk kembali mendengarkan rekaman tadi. Intinya sih memang harus semangat berbagi waktu bareng si kecil, meski lelaaaahhh pulang dari tempat kerja. 😀

Nah, di usia yang kelima tahun, Syauqi mulai hafal sedikit-sedikit apa yang sudah Kami ajarkan. Pasti, pasti banget … banyak pribadi-pribadi yang ada di sekitar yang berusaha membanding-bandingkan, itu normal sih. Setiap orang tua pasti membanggakan anaknya sendiri. Tapiii, Alhamdulillah Ane dan si Abi nggak pernah mau ambil pusing masalah itu. Kami sangat sadar, bahwa setiap anak itu berbeda dan memiliki keistimewaannya masing-masing. Itu didasari dari masa kecil Kami, Ane kecil juga bukan anak yang spesial, biasa aja. Begitu juga si Abi, biasa aja. Tapi, dibalik ‘biasa’nya Kami, Kami tumbuh menjadi anak yang PERCAYA DIRI. kenapa? Karena Kami tidak pernah merasa dibanding-bandingkan. 🙂

Insya Allah, nanti akan Ane lanjut lagi ceritanya. Si Adik kebangun, hihihi. Hayuk rehat.

Salam S.A.T

Iklan

One Comment Add yours

Silakan meninggalkan jejakmu di sini ... ^_^

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s