Assalamu’alaikum …
Selama ini aku merasa bahwa ada perbedaan yang luar biasa dalam dirinya. Pertengkaranku dengannya beberapa waktu lalu, mungkin menyisakan benih kebencian dalam dirinya. Herannya aku … mengapa ia menganggap bahwa tuntutanku itu jauh dari kata benar. Baginya, kebenaran itu adalah sesuatu yang membuat dirinya merasa senang, sedangkan apa yang berusaha kujunjung tinggi selama ini adalah sebuah kesalahan.
Perubahan itu kini tampak begitu kentara ketika ia sama sekali tak menyapaku, bahkan tak menganggap keberadaanku. Ia lebih memilih untuk bersama dengan orang-orang yang tak mengerti akan sebuah kebenaran. Awalnya aku tak bisa menerima, tapi perlahan aku menyadari bahwa emosi tak akan bisa menyelesaikan semua ini. Terlebih lagi, aku tak ingin membuatnya malu di hadapan orang yang telah menjerumuskannya.
Singkat cerita, aku pun membiarkannya dengan pilihan hidupnya itu. Hingga aku tersadar bahwa aku telah salah karena mengacuhkannya. Aku bertemu kembali dengannya dalam keadaan yang tidak tepat sama sekali. Memejamkan kedua mataku dan menutup kedua telingaku adalah pilihanku ketika melihat dan mendengarkan ratapannya.
Sesaat kemudian, aku memeluknya erat dan mengatakan permintaan maafku. Aku telah menelantarkannya dengan mengabaikannya tanpa membawanya ke jalan yang seharusnya ia perjuangkan. Ia pun membalas pelukannya. Pelukannya terasa begitu hangat. Namun seketika, kehangatan itu tercairkan oleh lelehan airmatanya.
Saudaraku, ketika aku harus melihatmu bahagia, bahagiakan aku pula dengan senyuman tulusmu.
Saudaraku, ketika aku melihatmu bermurung durja, izinkan aku untuk menghiburmu.
Biarkan waktu menyisakan kenangan indah bagi kita berdua dalam mereguk indahnya tali ukhuwah.
Mengingatkan dan saling menguatkan.
Mari terus saling mengingatkan neng.
Ikat dengan kencang… 😥