Kecerdasan Survive


Assalamu’alaikum …

Dapet ilmu baru nih … langsung ane posting aja ya … ^_^

KECERDASAN SURVIVE :

TINJAUAN PSIKOLOGI ISLAMI

Oleh

Hadi Suyono

Universitas Ahmad Dahlan


“Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini”

(Q.S. al Baqarah: 251).

Dwikomentari (2005) menjelaskan ayat tersebut di atas bahwa Allah SWT memberikan suatu ketetapannya sebagai pembelajaran dan pemahaman bagi manusia yang hidup di dunia selalu ada dinamika, pergolakan, dan konflik antar manusia. Betapa pun besarnya keinginan manusia untuk menciptkan perdamaian menyeluruh nan abadi akan sulit terwujud. Dwikomentari melanjutkan bahwa hai tersebut bukan merupakan perasaan pesimistis atau apatis, melainkan sebagai suatu kesadaran yaitu selagi manusia hidup selalu diiringi dengan cobaan dan rintangan yang berupa pergolakan, konfrontasi, konflik, dan pertikaian.

Kasali (2005) menambahkan bahwa kehidupan di dunia itu tiada yang kekal dan selalu berubah. Ada beberapa karaktenstik change. Pertama, perubahan begitu misterius karena tak mudah dipegang. Kasali mencontohkan tokoh-tokoh sekaliber Soekarno, Abdurahman Wahid, Soeharto, dan Megawati berkuasa karena change, tetapi juga diturunkan karena change. Kedua, perubahan memerlukan change maker{s). Rata-rata pemimpin yang menciptakan perubahan memerlukan keberanian yang luar biasa. Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah dalam rangka menciptakan perubahan pada umatnya. Ketiga, tidak semua orang bisa diajak melihat perubahan. Keempat, perubahan terjadi sctiap saat, karena itu perubahan harus diciptakan setiap saat pula. Kelima, perubahan mcmbutuhkan biaya, waktu, dan tenaga. Keenam, perubahan ada sisi keras dan sisi lembut. Ketujuh, perubahan selalu menakutkan dan menimbulkan kepanikan.

Pcndapat dari Dwikomentari (2005) dan Kasali (2005) dapat ditarik benang merah bahwa kehidupan penuh dengan cobaan sehingga muncul berbagai hambatan. Cobaan hadir karena kehidupan di muka bumi dalam kedaan berubah. Tiada yang abadi. Mahkluk ciptaan Allah SWT selalu mengalami perubahan. Keabadian dan kekekalan hanya milik yang menciptakan yaitu Allah SWT. Dalam konteks itu maka individu yang memiliki kecerdasan survive akan mampu melewati cobaan dan hambatan yang diakibatkan suatu perubahan yang terjadi. Manusia memiliki kecerdasan survive karena manusia sendiri telah diberikan kelebihan dibanding dengan dengan makhluk hidup lain. Manusia dibekali Allah SWT derajat tinggi untuk memecahkan problem hidup di dunia. Allah berfirman :

” Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih had, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman”

(Q.S. Ali Imran: 139).

Berpondasi pada ayat tersebut di atas bahwa hamba Allah SWT yang memiliki iman seharusnya dapat menumbuhkan kepercayaan diri di dalam kalbunya bahwa seberat apapun rintangan menghadang dapat diatasi asal selalu berlindung dan memohon petunjuk pada-Nya. Seperti yang tertera pada Q. S. Ali Imran ayat 138 yang berbunyi :

“(Al Qur’an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang bertakwa”

Sayangnya orang yang sedang menghadapi masalah tidak memohon petunjuk, mencoba berefleksi diri terhadap kesalahan-kesalahannya, memohon ampun, dan bertobat pada Allah SWT, melainkan melakukan pelarian diri pada kegiatan yang menyimpang dari petunjuk Allah SWT, mengadakan tipu muslihat, tidak jujur, berbohong, mengkianati orang lain, dan bertindak culas. Akibamya orang seperti ini akan semakin terpuruk ke jurang masalah. Allah SWT berfirman :

“Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan fitnah (cobaan) kepada orang-orang yang Mukmin laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak berbobot, maka bagi mereka azab Jahanam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar

(Q.S. al Buruj: 10).

Al Mudarrrisi (2005) menjelaskan berdasarkan ayat itu bahwa orar.g-orang yang menghadapi cobaan sebenarnya sedang mengalami dosa dan kesalahan. Hal ini mengandung makna orang-orang yang sedang menghadapi cobaan dalam kehidupannya, bila manusia tersebut berusaha untuk menghadapi dengan rasa keimanan maka sebenarnya sedang berusaha dan mengalami pembersihan jiwanya.

Orang-orang yang mampu menyelesaikan problem hidup dengan keimanan sehingga bermanfaat untuk membersihan jiwa dapat dicapai melalui kecerdasan survive. Kecerdasan survive yang dimaksudkan disini adalah seseorang yang memiliki kepribadian tahan banting (hardiness). Maddi dan Kobasa (1984) menjelaskan bahwa kepribadian tahan banting merupakan karaktenstik kepribadian yang berfungsi sebagai sumber perlawanan saat individu menemui suatu kejadian yang mengancam. Kepribadian tahan banting ini akan menguntungkan individu untuk menghadapi tekanan-tekanan dalam hidupnya. Kepribadian tahan banting juga merupakan kepribadian yang dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan secara tepat dan efektif.

Adapun dinamika psikologis kepribadian tahan banting dapat dijelaskan bahwa individu tersebut memberikan penilaian atas kejadian-kejadian yang menimpanya berlandaskan komitmen, kontrol, dan tantangan. Selanjutnya individu tersebut mengadakan penilaian kognidf secara optimis, sehingga kejadian-kejadian hidup penuh stress yang menimpanya sebagai suatu yang dilihat sebagai sesuatu yang berarti dan akan dirubah. Melihat potensi ini maka individu akan mengambil keputusan dalam pemecahan masalah secara efektif dan positif (Maddi dan Kobasa, 1984). Hull dkk (1987) juga menunjukkan dinamika psikologis kepribadian tahan banting yang ditandai dengan kemampuan mengurangi kejadian hidup yang mencekam dengan meningkatkan peng-gunaan strategi penyesuaian. Hal yang dilakukan individu tersebut adalah menggunakan sumber sosial sebagai tameng, motivasi dan dukungan untuk menghadapi masalah.

Dinamika kepribadian tersebut dibuktikan oleh penelitian Hadjam (1994) dan Wiebe (1991) menemukan bahwa individu yang mempunyai kepribadian rentan akan mengalami tingkat stres yang tinggi saat menghadapi masalah. Hal lain yang dGtemukan adalah individu dengan kepribadian tahan banting mempunyai toleransi frustasi yang tinggi, menerima tugas tanpa ada perasan takut, dan merespon tugas dengan perasaan positif. Penelitian lain dilakukan oleh Astuti (1994) menemukan bahwa individu dengan kepribadian tahan banting tingkat somasinya rendah yang berarti individu tidak akan mudah mengeluhkan fisiknya apabila menghadapi tantangan berat. Senada dengan Maddi dan Koshaba (1994) menemukan bahwa ada hubungan negatif antara kepribadian tahan banting dengan gangguan somatisasi, karena kepribadian tahan banting menjadi pelindung dalam hubungan stres dengan penyakit.

Daya tahan banting saja tidak cukup untuk mengasah kecerdasan survive agar individu benar-benar mumpuni dalam mengatasi problem hidup. Pengasahan ruhaniah diperlukan sebagai pondasi utama agar orang dapat bertahan hidup saat menghadapi situasi sesulit apapun. Tasmara (2001) menjelaskan kecerdasan ruhaniah adalah kecerdasan yang berpusat pada rasa cinta yang mendalam kepada Allah Robbul Alamin dan seluruh ciptaan-Nya. Sebuah keyakinan yang mampu mengatasi seluruh perasaan yang bersifat jasadi, bersifat fana dan sementara. Kecerdasan ruhaniah justru merupakan csensi dari seluruh kecerdasan yang ada. Tasmara mcngungkapkan dengan bahasa lain yaitu kecerdasan spiritual plus, dan plusnya itu berada pada nilai-nilai keimanan kepada ilahi. Pesan-pesan keilahian itu telah melekat secara fitrah pada saat manusia masih dalam alam ruhani, seperti dalam firmannya :

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengdaurkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap din mereka (seraya berfirman), “Bukanlah Aku ini Tuhanmu?’ Mereka menjau-ab, ‘Betul (Engkau Tuhan Kami), kami menjadi saksi. (Kami melakukan yang sedemikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, ‘ Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan),”

( Q.S. Al- A’raaf : 172).

Tasmara (2001) menambahkan bahwa kecerdasan ruhaniah itu memberikan banyak kesempatan kepada manusia untuk berbuat, hanya saja kebebasannya harus disertai dengan rasa cinta yang melahirkan rasa tanggung jawab dengan menempatkan rasa cinta kepada Allah sebagai kebenaran yang tertinggi. Tanpa muatan keilahian, seluruh kecerdasan dengan segala derrvasinya —nilai kemanusian, cinta, dan kreativitasnya- hanyalah amalan-amalan yang mendebu, tidak memiliki makna secara sempurna. Beda halnya kecerdasan ruhanian memberikan arah yang jelas ke mana dan bag?imana imajinasi kreatif tersebut harus diarahkan.

Berbagai pandangan di atas maka dapat digambarkan seseorang yang memiliki kecerdasan survive apabila mampu menghadapi keadaan sulit, penuh konflik, dan penderitaan dengan nilai keimanan atau ilahiah. Beban berat dan masalah tersebut dapat diatasi, karena individu menyadari bahwa Allah SWT memberikan derajat yang tinggi dibanding dengan mahkluk hidup lain. Selain kesadaran itu, dalam diri individu memiliki kepribadian daya tahan banting yang dilandasi dengan kecerdasan ruhaniah. Potensi kecerdasan survive yang bersifat potensial dan aktual menjadi kekuatan utama untuk menghadapi problem seberat apapun.

Iklan

3 Comments Add yours

  1. yanrmhd berkata:

    lengkap… 😀
    semoga kita bisa survive di jaman yang
    banyak fitnah ini, dan istiqomah dengan
    iman kita…

    🙂

  2. bluethunderheart berkata:

    great postingan
    salam hangat dari blue

    1. Shafiqah Treest berkata:

      salam ukhuwah ^_^ …

Silakan meninggalkan jejakmu di sini ... ^_^

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s